Penggunaan menstrual cup bagi seorang muslimah sebenarnya wajib mengetahui menurut hukum Islam dalam menimbang sejumlah aspek yang telah ditentukan oleh syariat. Sebab sebagaimana diketahui bahwa menstrual cup merupakan alat dari hasil penemuan teknologi baru yang digunakan sebagai alat menstruasi.
Menstrual cup (cawan menstruasi) merupakan salah satu teknologi kesehatan terbaru yang memiliki fungsi sebagai alat kebersihan wanita. Cara kerjanya adalah dengan dimasukkan ke dalam vagina saat wanita mengalami menstruasi (haid). Penemuan ini dianggap jauh lebih ramah terhadap lingkungan karena tidak menyisakan limbah dari bekas pemakaian.
Mubalighah dari Darus Sunnah International Institute for Hadits Sciences, Ustadzah Izza Farhatin menuturkan, bahwa hukum penggunaan menstrual cup menurut perspektif syariat Islam perlu dilihat dari berbagai aspek. Yakni mulai dari bahan baku yang digunakan dalam pembuatan, fungsi alat tersebut, hingga pertimbangan maslahat dan mudlarat dari menstrual cup kepada yang memakainya.
“Al-hukmu yadurru ma’a illatihi (hukum itu tergantung kepada keberadaan illat/sebabnya). Jadi apabila unsur-unsur syariat telah dipenuhi semuanya, maka boleh saja menggunakan menstrual cup bagi yang ingin,” jelas Ustadzah Izza.
Berdasarkan pengamatannya, menstrual cup memiliki fungsi menangkap (menampung) darah yang keluar dari vagina saat sedang haid dalam sebuah wadah yang elastis. Secara umum ia melihat, tidak sedikit dari kalangan medis yang sudah menjamin aspek kesehatan dari menstrual cup ini terhadap penggunaannya.
Namun demikian, hal tersebut tidak serta merta menjadi sebuah kebenaran absolut untuk dijadikan landasan hukum dalam penggunaan menstrual cup. Kaum Muslimah menurutnya harus lebih jeli dalam mengetahui rincian komposisi serta manfaat dan mudlarat apabila menggunakan teknologi tersebut.
“Seperti yang saya perhatikan ya, mungkin dari sisi pemakaian itu agak ribet. Jadi mungkin kurang fleksibel dan banyak perempuan yang belum terbiasa dengan itu,” ujar dia.
Pemakaian yang sepertinya kurang fleksibel itu pun dinilai belum tentu terbebas dari risiko. Adapun risiko yang dimaksud adalah tentang kekhawatiran tercecernya darah haid yang berakibat pada kebersihan penggunanya. Sedangkan dalam syariat Islam, kebersihan merupakan hal yang sangat diperhatikan.
“Kalau sekiranya kita tidak nyaman dan tidak bisa memakai itu (menstrual cup), lebih baik tidak dipakai. Jika takut-takut menimbulkan risiko,” jelasnya.
Meskipun demikian, Ustadzah Izza mengingatkan jika di kemudian hari penggunaan menstrual cup semakin masif, maka penyelewengan terhadap komposisi produk pun bisa saja terjadi. Hal inilah yang harus diwaspadai bersama-sama.
“Jika nanti, ini andaikan, ada penyelewengan syariat dalam produksinya karena banyaknya permintaan misalnya, maka hukum penggunaan menstrual cup bisa berubah. Yang tadinya boleh, bisa menjadi haram,” pungkasnya.
Untuk itu ia menghimbau kepada setiap muslimah secara khusus, agar lebih peduli terhadap setiap produk yang digunakan sehari-hari. Hal tersebut baik dari bahan baku, sumber produksi, hingga pertimbangan lainnya yang mengacu kepada syariat Islam.
Menstrual cup (cawan menstruasi) merupakan salah satu teknologi kesehatan terbaru yang memiliki fungsi sebagai alat kebersihan wanita. Cara kerjanya adalah dengan dimasukkan ke dalam vagina saat wanita mengalami menstruasi (haid). Penemuan ini dianggap jauh lebih ramah terhadap lingkungan karena tidak menyisakan limbah dari bekas pemakaian.
Mubalighah dari Darus Sunnah International Institute for Hadits Sciences, Ustadzah Izza Farhatin menuturkan, bahwa hukum penggunaan menstrual cup menurut perspektif syariat Islam perlu dilihat dari berbagai aspek. Yakni mulai dari bahan baku yang digunakan dalam pembuatan, fungsi alat tersebut, hingga pertimbangan maslahat dan mudlarat dari menstrual cup kepada yang memakainya.
“Al-hukmu yadurru ma’a illatihi (hukum itu tergantung kepada keberadaan illat/sebabnya). Jadi apabila unsur-unsur syariat telah dipenuhi semuanya, maka boleh saja menggunakan menstrual cup bagi yang ingin,” jelas Ustadzah Izza.
Berdasarkan pengamatannya, menstrual cup memiliki fungsi menangkap (menampung) darah yang keluar dari vagina saat sedang haid dalam sebuah wadah yang elastis. Secara umum ia melihat, tidak sedikit dari kalangan medis yang sudah menjamin aspek kesehatan dari menstrual cup ini terhadap penggunaannya.
Namun demikian, hal tersebut tidak serta merta menjadi sebuah kebenaran absolut untuk dijadikan landasan hukum dalam penggunaan menstrual cup. Kaum Muslimah menurutnya harus lebih jeli dalam mengetahui rincian komposisi serta manfaat dan mudlarat apabila menggunakan teknologi tersebut.
“Seperti yang saya perhatikan ya, mungkin dari sisi pemakaian itu agak ribet. Jadi mungkin kurang fleksibel dan banyak perempuan yang belum terbiasa dengan itu,” ujar dia.
Pemakaian yang sepertinya kurang fleksibel itu pun dinilai belum tentu terbebas dari risiko. Adapun risiko yang dimaksud adalah tentang kekhawatiran tercecernya darah haid yang berakibat pada kebersihan penggunanya. Sedangkan dalam syariat Islam, kebersihan merupakan hal yang sangat diperhatikan.
Muslimah Perlu Pahami Hukum Penggunaan Menstrual Cup
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud, Rasulullah SAW bersabda: “An-nadhoofatu minal iiman,”. Yang artinya adalah "Kebersihan itu bagian dari iman”. Sehingga pemanfaatan alat menstrual cup meskipun telah melewati tahapan uji secara syariat tetap harus dikembalikan lagi pada para penggunanya.“Kalau sekiranya kita tidak nyaman dan tidak bisa memakai itu (menstrual cup), lebih baik tidak dipakai. Jika takut-takut menimbulkan risiko,” jelasnya.
Waspadai Penyelewengan
Dalam beberapa waktu belakangan ini penggunaan menstrual cup memang cukup menyita perhatian warganet. Beberapa keuntungan dari penggunaan menstrual cup dinilai banyak pihak dapat menghasilkan banyak manfaat apabila dibandingkan dengan penggunaan pembalut. Selain menstrual cup dianggap lebih ekonomis dari pembalut, teknologi terbaru ini juga dapat membantu untuk mengurangi limbah konsumsi.Meskipun demikian, Ustadzah Izza mengingatkan jika di kemudian hari penggunaan menstrual cup semakin masif, maka penyelewengan terhadap komposisi produk pun bisa saja terjadi. Hal inilah yang harus diwaspadai bersama-sama.
“Jika nanti, ini andaikan, ada penyelewengan syariat dalam produksinya karena banyaknya permintaan misalnya, maka hukum penggunaan menstrual cup bisa berubah. Yang tadinya boleh, bisa menjadi haram,” pungkasnya.
Untuk itu ia menghimbau kepada setiap muslimah secara khusus, agar lebih peduli terhadap setiap produk yang digunakan sehari-hari. Hal tersebut baik dari bahan baku, sumber produksi, hingga pertimbangan lainnya yang mengacu kepada syariat Islam.